
Dalam penggunaannya di Indonesia,
istilah photo story ini sering kali disamakan – dipertukarkan – dengan
esai foto (photo essay). Kalaupun dianggap tidak sama, maka yang terjadi
adalah pengertian photo story dianggap mencakup esai foto didalamnya:
esai foto adalah anggaota keluarga photo story; padahal per definifsi
esai foto dibedakan dari/dengan photo story.
Melalui catatan ini, izinkan saya
mengusulkan istilah baru,yaitu:foto jamak. Istilah ini saya pilih karena
langsung bisa dibedakan pengertiannya dari foto tunggal. Yang satu
tunggal,yang banyak jamak. Saya terilhami oleh penggunaan single
image-multiple images si dalam bahasa Inggris. Meskipun ada istilah
single foto, harus diakui bahwa multiple photos sangat jarang ditemui;
bahkan mungkin pula tidak ada atau tidak dipakai.
Pengertian foto jamak mencakup foto
story dan esai foto karena kedua duanya menggunakan lebih dari satu foto
didalam presentasinya. Jika ada istilah lain yang lebih tepat, tentu
saja itu akan lebih baik.
Foto jamak bisa kita perbincangkan dari beberapa aspeknya, yaitu :
Pertama : Jenis-jenis atau ragam bentuk foto jamak.
Kedua : Teknik-teknik dasar bercerita/bertutur didalam foto jamak.
Ketiga : Elemen-elemen atau unsure-unsur cerita di dalam photo story.
Jenis-jenis/Ragam Bentuk Foto Jamak .
Sejauh ini jurnalisme mengenal 2 ragam bentuk utama foto jamak, yaitu : photo story dan photo essay.
Photo story sendiri, jika diperiksa lebih dalam, memiliki 2 bentuk yang
bisa pila dibedakan, yaitu yang naratif dan yang deskriptf.
Narative Photo Story
Narative photo story atau yang dalam
perbincangan atau di dalam teks-teks rujukan lebih sering disebut
sebagai Photo Story saja adalah tutur yang memiliki tema tertentu dan
sedikitnya sebuah alur kisah/cerita spesifik didalamnya. Strukturnya
terbentuk dari komplikasi dan resolusi. Komplikasi adalah persoalan atau
issue utama yang disorot, yang diliput dan dilaporkan. Didalam
jurnalisme, lazimnya komplikasi berusar pada masalah-masalah dasar dan
cukup signifikan sehingga orang-orang dapat mengaitkan dirinya dengan
masalah tersebut (relevan); atau bisa juga berupa karakter atau portrit
seseorang yang bs dijadikan teladan, sumber inspirasi, atau
membangkitkan empati dan solidaritas. Resolusi adalah perubahan yang
terjadi pada situasi/keadaan-atau pada karakter,sang tokoh-yang disorot
tersebut;biasanya berupa aksi-aksi/tindakan untuk mengatasi komplikasi.
Rangkaian aksi yang menandai perubahan-perubahan dari komplikasi ke
resolusi inilah yang membentuk alllur (plot) cerita atau story. Tanpa
perubahan tak ada nada cerita,tak ada alur, tak ada kisah di dalamnya.
Yang naratif bergantung pada kelengkapan elemen/unsure cerita dan alur
yang kukuh didalamnya.
Descriptive Photo Story
Bila pewarta foto hanya ingin merekam
sesuatu yang mempesonanya, tanpa mengikuti perkembangan atau
perubahan-perubahan yang terjadi, ia bisa memilih bentuk deskriptif ini
sebagai laporan akhirnya. Bentuk ini berupa sebuah paket rangkaian
foto-foto hasil observasi dan liputan yang memiliki tema atau issue
tertentu;seringkali bisa tanpa permasalahan apaun didalamnya; yang
disajikan tanpa alur yang tegas. Semacam paparan saja. Pendekkata ;
sebuah komplikasi. Yang deskriptif bertumpu pada jumlah-banyk/sedikit
foto yang membentuknya;bukan pada alur cerita. Urutan tak terlalu
penting;susunan bisa dipertukarkan tanpa merubah cerita yang hendak
disampaikan. Hampir semua foto jamak yang terbit di Indonesia adalah
bentuk/ragam deskriptf ini.
Contoh-contoh yang digunakan kompas
dalam rubrik KLINIK FOTOGRAFI : baik berupa seri potret (edisi cetak
selasa 2 maret 2010) dan tentang penambngan marmer (Selasa 9 Maret 2010)
dua0duanya adlah berbentuk deskriptif bukan naratif. Tidak ada
komplikasi-resolusi apapun didalam contoh-contoh tersebut. Silakan
periksa.
Esai Foto (Photo Essay)
Esai foto dibedakan dengan tegas dari
photo story karena memang berbeda fungsi dan karakternya. Jika photo
story adalah tentang fakta dan peristiwa sebagai informasi utama yang
dihantarkannya, esai foto melampaui itu. Esai foto bertujuan utama untuk
menyampaikan pendapat atau opini secara sekaligus, fakta dan peristiwa
hanyalah pelengkapnya. Ia menganalisis daripada melaporkan suatu gejala,
peristiwa atau issue tertentu, Ia adalah rangkaian argumen yang
menyatakan sudut pandang tertentu dari si-pewarta foto (dan/redaksi).
Karena karakter dan fungsinya itu esai foto sangat mengandalkan
keberadaan teks atau kata-kata yang mendampinginya;tidak sekedar
caption-yang memeng merupakan syarat wajib di dalam jurnalisme.
Kerjasama foto dan teks menghasilkan efek-efek khusus yang sangat kuat
didalam menyampaikan opini atau pernyataan pendapat. (Tentang hubungan
foto dan teks akan dibahas dalam catatan tersendiri).
Kembali kepada contoh-contoh foto jamak
yang digunakan KOMPAS dalam rubrik KLINIK FOTOGRAFI, terutama yang
terakhir yang disebut sebagai esai foto oleh pengasuhnya : tentang
penambangan marmer (Selasa 9 Maret 2010). Periksalah ! Tak ada argumen
atau opini apapun didalamnya> Dia juga tidak menganalisis apa pun.
Sebuah rangkaian belaka !
Teknik-teknik Dasar Bercerita/bertutur.
Bentuk tuturan dan cara bertutur tentu saja berbeda. Kita tak bisa membandingkan cara dengan bentuk, atau sebaliknya.
Setidaknya ada 4 (empat) cara atau teknik dasar didalam bertutur, yaitu :
1. Sanding : cara diptik (diptych) dan cara triptik (triptych)
2. Seri (Series)
3. Sikuen (Sequence)
4. Blok (Block)
Suatu foto jamak bisa menggunakan hanya
salah satu dari teknik-teknik dasar tersebut didalam tuturannya, bisa
pula menggunakan lebih dari satu cara kombinasi dari teknik-teknik dasar
tersebut.
Sanding : cara diptik (diptych) dan cara triptik (triptych).
Sanding atau menampilkan dua foto berbeda secara berdampingan atau bersebelahan (diptych)
digunakan tidak hanya untuk membandingkan dua foto tersebut (atau
isinya), tetapi didalam tuturan sengaja digunakan untuk mendapatkan apa
yang disebut efek ketiga (Third effect).
Sudah lama para praktisi visual menyadari bahwa saat 2 (dua) buah gambar disandingkan (diptych),
pengaruh individual dari masing-masing gambar akan dikombinasikan dan
ditingkatkan oleh interpretasi dan tindak evaluatif pembacanya.
Matematikanya 1+1>2. Jika disandingkan secara bersamaan itu
berjumlah 3 (tiga), maka disebut triptych. Sandingan tiga foto ini juga
akan menghadirkan efek yang serupa, lebih komleks bahkan yang tentu
saja, tidak disebut efek ketiga.
Para esais sangat menyenangi efek yang
ditimbulkan oleh cara sanding ini karena dngan mendampingkan dua atau
tiga foto secara bersamaan, tidak hanya informasi dari dua/tiga foto itu
yang disajikan kepada pembaca, tetapi secara bersamaan foto-foto
tersebut akan ‘memprofokasi’ atau mendorong sang pembaca untk aktif
mengaitkan, menafsirkan atau memaknai kehadiran foto-foto tersebut. Efek
ini melampaui informasi-fakta dan peristiwa yang disampaikan oleh
masing-masing foto tersebut karena membei ruang bagi kehadiran pembaca
beserta subyektifitasnya.
Seri (Series).
Teknik series adalah bila tuturan
menggunakan foto-foto yang saling berkaitan : yaitu yang memiliki
sinonim visual dan elemen gambar yang sama.
Mirip seperti pengertian sinonim didalam
bahasa lisan dan tulisan, sinonim visual berarti gambar-gambar yang
berbeda yang memiliki persamaan arti: isi editorialnya ataupun sudut
pandangnya. Sedang yang dimaksud dengan elemen gambar adalah : tema,
obyek atau subyek (tokoh), komposisi, gaya (style), mood, perspektif,
warna, pencahayaan dan teknik kamera. Elemen gambar sangat menentukan
kekuatan teknikbertutur seri ini; semakin banyak kesamaan elemen gambar
yang bisa diterapkan ke dalam setiap foto did lam seri, semakin kuatlah
tuturannya.
Contoh A, B,C dan D yang disebut sebagai
Foto Komposit dalam rubrik KLINIK FOTOGRAFI (KOMPAS edisi Selasa 2
Maret 2010) adalah contoh gambling dari penggunaan teknik seri ini.
Masing-masing contoh – A, B, C dan D- memiliki apa yang dimaksud dengan
sinonim visual dan elemen-elemen gambar itu.
Sikuen (Sequence).
Adalah penempatan gambar secara
berurutan sesuai kronologis : yang awal mendahului yang kemudian. Urutan
peristiwa-sesuai aliran waktu linier-merupakan efek utama dari teknik
dasar ini, baik itu peristwa-peristiwa yang terjadi didalam periode
waktu yang sangat singkat maupun yang cukup lama ataupun lama sekali.
Banyak sekali penutur yang menyukai teknik yang satu ini, karena sikuen
bisa memperlihatkan pergerakan (aspek sinematografis) di dalam cerita,
menghubungkan satu peristiwa ndengan peristiwa berikutnya, beberapa
peristiwa dan hubungan sebab akibat didalamnya menjadi lebih masuk akal
dan bisa dipercaya jika dituturkan dengan cara ini.
Contoh D yang disebut sebagai foto
komposit dalam rubrik KLINIK FOTOGRAFI (KOMPAS edisi Selasa 2 Maret
2010) adalah contoh bagus dari penggunaan teknik sikuen ini, selain juga
menggunakan kombinasi teknik seri didalam tuturannya. Empat foto di
contoh D menunjukkan api yang menyala besar di tangan kosong Demian,
Sang Pesulap, berangsur-angsur secara berurutan mengecil, hampir padam,
di foto terakhir. Jika anda membalik urutannya, maka ceritanya menjadi
sama sekali lain, berlawanan dengan proses yang diceritakan oleh contoh
tersebut.
Blok (Block).
Jika sejumlah gambar berbeda, yang
masing-masing bingkai (frame) mengisolasi sutu aspek yang unik dan
menarik secara visual, dan mampu memperkaya isi cerita, digunakan secara
bersamaan di dalam satu tuturan, itlah yang disebut blok. Susunannya
bebas, tak ada urutan, tak ada aturan.
Jika teknik sanding, seri dan sekuen
menuntut kita berdisiplin di dalam pemotretan dan terus berlatih untuk
menguasainya, teknik yang satu ini justru begitu mudah sehingga kita
bisa menguasainya tanpa perlu berlatih atau mempelajarinya sekalipun,
kita semua natural born blocker.
Sekali lagi, mari kita tengok kembali
photo story penambangan marmer (KLINIK FOTOGRAFI KOMPAS Selasa 9 Maret
2010). Kita telah tahu bahwa dari ragam bentuknya, photo story
ini termasuk di dalam ragam tutur deskriptif. Kali ini perhatikanlah
bagaimana foto-foto yang ada dengan foto-foto lain hasil liputan
tentang penambngan marmer tersebut. Anda juga bisa mengubah urutan tata
letaknya. Jika anda benaar-benar melakukan permainan tersebut, maka
anda sedang mempraktekkan teknik dasar blok tersebut. Berubahkah
ceritanya? Tak ada perubahan apapun, bukan? Kecuali pengurangan dan
penambahan informasi akibat penambahan/pengurangan jumlah foto yang anda
lakukan itu.
Kombinasi ragam bentuk photo story
deskriptif dan penggunaan teknik/cara bertutur blok sangat popular di
kalangan pewarta foto dan media massa di Indonesia. Sampai-sampai
keduanya menjadi tak terpisahkan bahkan identik adanya. Juga sangat
mendominasi! Sehingga hampir-hampir kita tak pernah, kalau tidak sama
sekali, menemui ragam bentuk yang lain, tidak juga cara bertutur yang
lain.
Tentang elemen-elemen atau Unsur-unsur
cerita di dalam photo story. Jurnalisme tidak asing dengan 5W+1H : Who,
What, When, Where, Why dan How. Informasi yang berkualitas baik adalah
jika mengandung unsure-unsur atau elemen informasi tersebut secara
lengkap. Pewarta foto juga akrab dengan 5W+1H tersebut : kita semua
wajib menulis caption lengkap yang memenuhi unsure-unsur tersebut.
Persis. Sama juga. Photo Story juga dituntut untuk memenuhi unsure-unsur
informasinya selengkap mungkin. Photo story -yang naratif maupun yang
deskriptif- yang baik adalah jika disusun dari elemen-elemen
pembentuknya secara lengkap. Karena visual, unsure-unsur informasi di
dalam tuturannya tentu saja berbeda rupa.
Elemen-elemen atau unsur-unsur pembentuk tututran di dalam sebuah photo story adalah :
- Pembuka/pengantar
- Potret
- Interaksi
- Penanda utama
- Detil
- Penutup.
Pembuka/Pengantar (Establising Shot).
Gambar pertama yang mampu menarik dan menggiring pembaca masuk ke dalam cerita, biasanya membawa kita ke lokasi cerita (scene) dan menambatkan suatu nada (tone) tertentu, tak jarang memuat elemen penting lainnya, terutama karakter penting di dalam tuturan : sang tokoh.
Potret (Potrait; portraiture).
Foto potret dari sang tokoh (character) atau pelaku-pelaku utama dalam cerita. Bisa berupa potret tunggal bisa pula potret kelompok (group potrait).
Interaksi (Interaction).
Hubungan antar pelaku cerita atau pelaku
dengan lingkungannya, baik secara fisik, emosi, psikologis atau secara
profesional. Rangkaian interaksi membentuk plot cerita. Unsur ini
memberi cerita suatu kedalaman emosi lewat tampilan ekspresi wajah,
sorot mata, dan bahasa gerak (gesture) si tokoh.
Penanda Utama (Signature).
Sebenarnya sebuah penanda utama adalah
elemen interaksijuga, namun sebuah interaksi yang menjadi momen penentu;
satu foto yang, bila terpaksa, bisa mewakili keseluruhan cerita, yang
menandai atau menggambarkan adanya perubahan. Sebuah penanda utama
biasanya berupa suatu (Desecive moment) ‘moment shot’-
sepersekian detik yang membeku-dimana aksi, si tokoh atau tokoh-tokoh
yang terlibat dan lingkungannya terangkai dalam suatu komposisi yang
memberi kesan mendalam (drama).
Detil (Detail).
Adalah sesuatu yang semula tampak biasa,
dilihat sepintas lalu saja, padahal kehadirannya sangat penting di
dalam cerita. Detil di dalam tuturan berfungsi ‘menyandera’ perhatian;
untk sesaat pembaca akan berhenti dan meluangkan waktu lebih untuk
menelitinya. Karena kelebihan tersebut detil juga berfungsi untuk
menentukan langkah kecepatan (pace) alur cerita. Ia bisa berupa apa
saja, tidak harus suatu benda, tidak harus close-up pula, yang penting
signifikannya.
Penutup (Clincher).
Foto terakhir yang menggambarkan situasi
akhir atau penegasan; berfungsi untk menutup cerita. Untuk mendapatkan
elemen/unsure pembentuk cerita yang selengkap mungkin, majalah LIFE yang
sangat melegenda itu melengkapi fotografernya dan para kontributornya
dengan guidance untuk memestikan bahwa mereka tidak akan lupa atau
melewatkannya saat di lokasi liputan/pemotretan. Disamping itu LIFE juga
mengingatkan mereka untuk memperhatikan gaya visual majalah tersebut
melalui petunjuk berikut.
OVERALL Wide-angle atau aerial shot untuk menentukan lokasi.
MEDIUM Difokuskan pada satu aktifitas atau group.
CLOSE-UP Satu elemen yang penting atau signifikan dalam cerita.
Tentang apa yang disebut sebagai Foto
Komposit. Melalui rubrik KLINIK FOTOGRAFI di harian KOMPAS edisi cetak
Selasa 9 Maret 2010 pewarta foto senior kondang Arbain Rambey
memperkenalkan istilah ‘Foto Komposit’ ke dalam jurnalisme Indonesia.
Foto komposit, menurut Arbain adalah penggabungan beberapa foto
sekaligus menjadi seakan satu foto saja.
Saya telah berusaha mencari tahu lebih
banyak tentang istilah tersebut di dalam buku-buku rujukan yang saya
gunakan untuk menulis catatan ini; antara lain “PHOTO JURNALISM : The
Profesionals’ Approach” karya Kenneth Kobre dan beberapa buku lainnya
tentang jurnalisme foto, namun saying, saya gagal menemukannya. Mungkin
karena kurang tekun mencarinya atau karena kurang teliti atau bahan
bacaan saya yang memang sangat terbatas.
Yang agak-agak mendekati istilah
tersebut hanyalah’ to compose’ dan ‘composition’ yaitu istilah yang
merujuk kepada upaya membuat atau menyusun komposisis di dalam foto
jamak; dan yang terakhir, yang berkaitan dengan komposisi tata letak
atau layout suatu halaman cetak (atau elektronik).
Saya menduga bahwa istilah ‘Foto
Komposit’ ini memeng temuan ‘genuine’ Saudara Arbain; sama seperti saya
yang nekat mengusulkan ‘Foto Jamak’ melalui catatan ini.
Sumber : Catatan Deni Salman
Diambil pada : http://www.facebook.com/groups/gunungkidulphotography/doc/10151221186515886/
Sumber : Catatan Deni Salman
Diambil pada : http://www.facebook.com/groups/gunungkidulphotography/doc/10151221186515886/
0 komentar:
Posting Komentar